KALAU KRB DIREVISI
Budi Setiyarso
16 Nopember 2010
Seperti diulas pada tulisan sebelumnya bahwa beberapa daerah di KRB II dan III tidak tersentuh dampak letusan Merapi, namun beberapa daerah yang tidak termasuk dalam KRB II dan III tersentuh dampak letusan. Yang menjadi pertanyaan adalah “Perlukah Peta KRB direvisi?”. Mengingat setting morfologi puncak Merapi telah terjadi dinamika.
Kawasan rawan bencana sebaiknya ditentukan oleh pertemuan dua sistem yaitu probabilitas dan events (peristiwa). Probabilitas merupakan mapping hazard berdasarkan kajian ilmiah dengan mempertimbangkan karakterisik medan melalui studi geologi, morfologi, vulkanologi dsb. Events merupakan mapping hazard berdasarkan rekaman peristiwa ilmiah maupun pengetahuan lokal masyarakat yang telah “niteni” kejadian letusan selama bertahun-tahun bahkan turun temurun melalui cerita lisan maupun tertulis.
Contoh perjalanan dinamika morfologi puncak dapat dilihat pada dua citra berikut ini :
Adapun saran revisi KRB II dan III dari penulis yang hanya mempertimbangkan satu peristiwa letusan yaitu letusan tahun 2010 adalah sebagai berikut :
1. Bagian selatan
Setelah geger boyo ambrol, DAS Gendol memiliki tingkat kerawanan yang meningkat, sehingga perlu adanya perpanjangan KRB II di lembah Kali Gendol sejauh 15 Km dari puncak Merapi. Hal ini mengingat jarak luncur aliran piroklastik dan lahar pada letusan 2010 mencapai 15,22 Km
Di DAS Kuning dan Boyong tidak perlu direvisi, karena letusan tahun 2010 tidak sampai membabat habis KRB DAS ini. Atau dengan kata lain wilayah KRB lebih luas daripada zonasi letusan. Seandainya diperlukan dalam rangka penghematan biaya dan pemfokusan penanganan manajemen bencana, KRB di zone ini dapat dipersempit ke arah utara, karena bagian atas terdapat morfologi pelindung yang membelokkan arah aliran.
2. Lereng barat
Pada lereng barat perlu adanya perluasan KRB mengingat peristiwa letusan selama ratusan tahun mengarah ke bagian barat. Selain itu meskipun kejadian extreme letusan 2010 ke arah selatan dan berupa ledakan (eksplosif) namun bagian lereng barat tetap mengalami aliran piroklastik yang signifikan.
3. Lereng utara
Zonasi KRB yang hanya mengandalkan pada jalur patahan Bammelen yang menjadi morfologi pelindung sekaligus pembatas zonasi perlu diperluas mengingat ledakan (eksplosif) yang baru saja terjadi. Hal ini untuk mengantisipasi tipe-tipe letusan yang tak terduga. Selain itu dampak letusan Merapi 2010 melewati KRB II di bagian utara.
4. Lereng utara
Pada lereng timur juga perlu luasan mengingat jarak KRB dari puncak paling dekat berada di lereng ini, paling tidak perluasan KRB sampai dengan lereng bawah patahan Bammelen.