TRACKING ABU VULKANIK MERAPI DENGAN SATELIT
Budi Setiyarso
19 Nopember 2010
Setelah kejadian terakhir letusan yang dahsyat, Gunung Merapi telah memuntahkan awan abu vulkanik ke udara.
Data satelit sangat penting untuk menilai bahaya sekunder letusan untuk aktivitas lalu lintas udara dan keselamatan masyarakat umum sekitar Merapi. Sejumlah penerbangan internasional baik di dalam negeri dan keluar dari wilayah Indonesia banyak yang dibatalkan karena awan abu vulkanik tersebut.
Terbang melewati awan abu tersebut mengancam keselamatan karena partikel abu dapat menyebabkan kerusakan mesin. Misalnya pada tanggal 28 Oktober 2010, pesawat udara Thomas Cook Skandinavia terbang melewati awan Merapi dari Indonesia ke Arab Saudi, dan terpaksa diberhentikan di Batam untuk dilakukan chek up. Hasilnya ditemukan bahwa mesin mengalami kerusakan dan harus diganti.
Vulkanik Ash Advisory Centre (VAACs) bertanggung jawab untuk mengumpulkan informasi awan abu dan menilai risiko penerbangan. Australia Darwin VAAC menggunakan data satelit untuk mengeluarkan prakiraan tersebut. Untuk mengetahui apakah pesawat bisa melewati awan dengan aman yaitu di bawah atau di atas akumulasi awan abu dan untuk meramalkan pergerakan awan, VAACs memerlukan informasi yang lebih akurat pada ukuran ketinggian dan vertikal dari abu.
Animasi di atas menunjukkan pergerakan asap sulfur dioksida (SO2) Gunung Merapi pada tanggal 4 – 14 November 2010 hasil pengolahan dengan instrumen Inframerah MetOp’s Atmosfir Interferometer (pengukuran pada bagian spektrum inframerah).
Model pergerakan sulfur dioksida (SO2) awan pada tanggal 4 – 14 November 2010 menggunakan FLEXPART yaitu model dispersi partikel yang dibuat oleh Institut Norwegia untuk penelitian udara.
Gambar atas menunjukkan ketinggian awan, sedangkan gambar bawah menunjukkan distribusi spasialnya. Dalam model ini, SO2 digunakan sebagai obyek yang menggambarkan sebaran ruang abu vulkanik.
Animasi ini menunjukkan pergerakan awan sulfur dioksida pada tanggal 4 – 14 November 2010 hasil perekaman instrument Gome 2, SCIAMACHY dan OMI (masing-masing pengukuran di lakukan pada frekuensi spektrum ultarviolet).
Referensi : ESA