Geografi dan Budaya


Pengaruh Faktor Geografis Terhadap Keragaman Budaya di Indonesia

Persebaran Kebudayaan Indonesia

= – = – =

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman budaya. Tersebar dari pulau Miangas yang berada di posisi paling utara hingga pulau Rote yang berada di posisi paling ujung selatan Indonesia, dari kota Sabang yang berada di paling barat hingga kota Merauke yang berada di posisi paling timur Indonesia.

Beberapa contoh bentuk keanekaragaman budaya dapat diamati dari banyaknya suku yang, bahasa, kesenian, tradisi masyarakat, peralatan atau perkakas dan masih banyak lagi contoh yang lain. Keragaman budaya Indonesia dipengaruhi oleh banyak hal antara lain faktor lokasi, iklim, topografi, kondisi tanah, ketersediaan air dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut membuat budaya di suatu daerah memiliki perbedaan dengan budaya di daerah lain.

N. Daldjoeni mengemukakan terdapat delapan faktor yang mempengaruhi kehidupan manusia. Faktor-faktor tersebut secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap kebudayaan yang ada, antara lain :

1. Faktor Lokasi

Faktor lokasi memiliki pengaruh yang besar terhadap keragaman budaya di Indonesia. Lokasi berkaitan dengan posisi Indonesia terhadap negara lain. Secara sosiogeografis–kultural, Indonesia terletak di antara Benua Asia dan Australia yang terdiri dari berbagai bangsa. Hal ini menyebabkan terjadinya akulturasi budaya. Secara sosiokultural, Indonesia mempunyai banyak persamaan umum dengan negara-negara tetangga. Misalnya, sama-sama merupakan negara sedang berkembang, sama-sama sedang menghadapi masalah ledakan penduduk, sama-sama berlandaskan kehidupan beragama, sama-sama bekas negara jajahan, dan sebagian besar penduduknya mempunyai persamaan ras.

Sebagai negara kepulauan dengan wilayah daratan terpisahkan oleh perairan juga membuat Indonesia memiliki perbedaan budaya pada setiap daerah di bawahnya. Pulau-pulau besar di Indonesia memiliki kekhasan budaya yang membedakan satu dengan yang lain. Budaya masyarakat di pulau Sumatra memiliki perbedaan dengan budaya masyarakat di pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, begitujuga sebaliknya. Selain itu budaya di pulau tertentu memiliki kesamaan dengan negara lain yang kemudian membedakan dengan budaya di pulau besar lainnya. Sebagai contoh wilayah Sumatra yang berdekatan dengan Malaysia memiliki budaya yang dengan warna Melayu yang khas mirip Malaysia. Sedangkan wilayah Papua yang berada di wilayah timur berbeda dengan barat, budaya mereka cenderung memiliki kesamaan dengan budaya dengan negara tetangga Papua Nugini.

2. Faktor Kondisi Iklim

Secara astonomis Indonesia terletak di antara 6° LU – 11° LS dan 95° BT – 141° BT. Letak ini membuat Indonesia berada di daerah beriklim tropis yang memiliki curah hujan tinggi. Curah hujan yang tinggi membuat wilayah Indonesia cocok dikembangkan untuk kegiatan pertanian, hal ini memiliki hubungan dengan sistem mata pencaharian penduduk Indonesia yang mayoritas bekerja sebagai petani.

Namun curah hujan yang tinggi tersebut tidak selalu sama pada setiap daerah/pulau. Ada satu daerah yang curah hujannya sangat tinggi ada daerah lain yang rendah. Hal ini sangat berpengaruh pada pola dan musim tanam tanaman pertanian. Curah hujan yang berbeda pada setiap bulan di pulau Jawa membuat petani-petani terutama di Jawa bagian tengah dan timur memiliki patokan untuk mengolah tanah untuk kegiatan pertanian. Patokan itu berpedoman pada budaya sistem pengetahuan musim tanam yang oleh masyarakat Jawa disebut dengan Pranoto Mongso. Wilayah lain tentu juga memiliki kearifan lokal yang berbeda berkaitan dengan musim tanam.

3. Faktor Topografi (Relief Permukaan Bumi)

Faktor topografi berkaitan dengan bentuk permukaan bumi. Tinggi rendah suatu tempat diukur dari permukaan laut memiliki temperature yang berbeda, yaitu pada setiap kenaikan 100 meter suhu akan turun sebesar 0,6° C. Penurunan suhu ini menyebabkan semakin naik suatu tempat maka suhunya akan semakin dingin, hal ini tentu saja akan membentuk budaya yang berbeda antara manusia. Misalnya pada penggunaan pakaian, tinggalpenduduk yang tinggal di dataran rendah pada aktivitas sehari cenderung menggunakan pakaian berbahan tipis. Lain halnya dengan dataran tinggi, penduduknya akan selalu menggunakan pakaian dengan bahan tebal untuk mengatasi hawa dingin.

Permukiman desa di daerah dataran rendah cenderung akan menyebar atau linear mengikuti fasilitas tertentu, sedangkan permukiman di daeraha dataran tinggi cenderung memusat atau mengumpul. Rumah-rumah dibangun berdekatan agar tetap hangat dan aman dari gangguan hewan.

4. Faktor Flora dan Fauna

Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna terbesar di dunia. Hal ini juga berdampak pula pada keragaman kebudayaan yang dimiliki oleh Indonesia. Hutan tropis di Indonesia kaya akan beragam jenis pohon yang tumbuh di dalamnya dan merupakan salah hutan tropis terluas di dunia. Sebagai contoh banyaknya pohon membuat rumah-rumah adat di setiap wilayah menggunakan kayu sebagai bahan utama bangunannya. Namun karena hutan hujan tropik dengan hutan musim tropik memiliki jenis kayu yang berbeda maka bentuk-bentuk rumahnya juga berbeda. Rumah-rumah di pulau Jawa yang merupakan kawasan hutan musim tropis memiliki banyak ukiran-ukiran karena sifat kayu hutan musim tropik yang mudah diukir. Sedangkan kayu dari hutan hujan tropik cenderung keras dan sulit diukir sehingga rumah-rumah di pulau Kalimantan memiliki sedikit ukiran.

Selain itu faktor jenis satwa yang berbeda juga menyebabkan ketinggian rumah menjadi berbeda pula. Rumah-rumah di pulau Jawa cenderung rendah dan dekat dengan permukaan tanah. Sedangkan di pulau Kalimantan dan Sumatra rumah-rumah cenderung tinggi dan berpanggung (jauh dari permukaan tanah). Hal ini untuk menghindari serangan hewan-hewan buas.

5. Faktor Jenis Tanah

Jenis tanah memiliki pengaruh terhadap kebudayaan manusia lebih berkaitan dengan tingkat kesuburan tanahnya. Tanah yang subur memiliki produktivitas yang tinggi berpengaruh pada meningkatnya kesejahteraan penduduk yang tinggal.  Kepadatan penduduk juga meningkat karena karena faktor pertumbuhan penduduk yang tinggi yaitu angka kelahiran dan jumlah pendatang. Hal ini menyebabkan budaya penduduk cenderung mudah bergeser atau mengalami perubahan karena terjadinya percampuran budaya dengan pendatang. Sebagai contoh budaya penduduk pendatang dengan penduduk pribumi di daerah transmigrasi.

6. Faktor Ketersediaan Air

Suatu daerah yang memiliki ketersediaan air cukup atau melimpah, dalam hal ini air bersih akan menarik minat pendatang dari daerah lain untuk datang dan menetap di daerah tersebut. Semakin banyak pendatang dari daerah lain maka berpotensi besar terhadap akulturasi budaya, sehingga dapat menyebabkan budaya asli daerah yang didatangi menjadi hilang dan sulit di kembangkan lagi.

Pada aktivitas manusia yang lain misalnya budaya sistem pengertahuan dalam bentuk penerapan pengaturan sistem pengairan untuk menunjang lahan pertanian. Pada daerah seperti Bali memiliki sistem pengairan untuk kegiatan pertanian yaitu subak. Subak adalah sistem pengairan yang berusaha memberikan pemerataan pengairan bagi para petani.

7. Faktor Sumber-sumber Mineral

Suatu wilayah yang memiliki sumber bahan galian/tambang akan berkembang pesat menjadi wilayah ramai. Hal ini tidak lepas dari kegiatan pemerintah/swasta yang melaksanakan ekploitasi pada lahan tambang di daerah itu. Usaha pertambangan yang dilakukan akan menarik banyak pendatang dan berbagai jenis kegiatan ekonomi. Penduduk yang makin bertambah dari pendatang yang beraneka latar belakang budaya memungkinkan terjadinya percampuran budaya di antara mereka.

8. Faktor Kontak Dengan Lautan

Daerah yang berada di tepi pantai dengan ombak relatif tenang memiliki kecenderungan berkembang dengan pesat atau lebih cepat dengan di tepi pantai dengan ombak besar dan ganas. Sebagai contoh kota-kota besar di Jawa cenderung lebih banyak di wilayah Jawa Bagian Utara karena jalur transportasi di sepanjang pantai utara yang lebih datar dan cepat dilalui dibanding jalur di pantai selatan Jawa.

= – = – =

Terimakasih atas kunjungannya.

Mohon kritik dan sarannya

Selamat belajar. Semoga bermanfaat.