Kearifan Lokal Dalam Budaya Nasional
Persebaran Kebudayaan Indonesia
= – = – =
Budaya Nasional terbentuk dari gabungan budaya-budaya daerah dan menjadi identitas kebudayaan pada suatu negara. Kebudayaan terbentuk dari cipta, rasa dan karsa manusia yang menjadi kebiasaan-kebiasaan di suatu daerah. Kebiasaan-kebiasaan tersebut dapat berupa tindakan manusia dalam berhubungan dengan alam. Alam memberikan banyak hal yang dibutuhkan oleh manusia dan manusia memberikan timbal balik pada alam dalam bentuk gagasan dan tindakan yang tidak merugikan atau merusak alam.
Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh penduduk di suatu wilayah dan bersifat positif dan dapat menjamin kelangsungan hidup manusia dan alam ini termasuk sebagai wujud atau bentuk budaya. Bentuk hubungan antara manusia dengan alam ini merupakan wujud dari budaya dan merupakan wujud budaya yang berkaitan dengan kearifan lokal.
Kearifan lokal berhubungan secara spesifik dengan budaya tertentu dan mencerminkan cara hidup suatu masyarakat tertentu. Kearifan lokal adalah cara dan praktik yang dikembangkan oleh sekelompok masyarakat yang berasal dari pemahaman mendalam mereka akan lingkungan setempat yang terbentuk dari tinggal di tempat tersebut secara turun-menurun. Kearifan lokal muncul dari dalam masyarakat sendiri, disebarluaskan secara non-formal, dan dimiliki secara kolektif oleh masyarakat yang bersangkutan. Selain itu, kearifan lokal juga dikembangkan selama beberapa generasi dan tertanam di dalam cara hidup masyarakat yang bersangkutan sebagai sarana untuk mempertahankan hidup.
Kearifan lokal (local wisdom) menurut I Ketut Gobyah adalah produk budaya masa lalu yang berupa kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah yang bersifat universal. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci Tuhan. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat yang dilakukan secara terus-menerus.
Kearifan lokal yang terdapat di suatu daerah memiliki ciri-ciri sebagai berikut antara lain :
- Mampu bertahan terhadap budaya luar
- Memiliki kemampuan mengakomodasi budaya luar
- Memiliki kemampuan mengintegrasi unsure budaya luar ke dalam budaya asli.
- Mempunyai kemampuan mengendalikan
- Mampu memberi arah pada perkembangan budaya.
Selain ciri-ciri di atas, kearifan lokal juga memiliki fungsi antara lain :
- Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam
- Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara daur hidup, konsep kanda pat rate.
- Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, misalnya pada upacara saraswati, kepercayaan dan pemujaan pada pura Panji.
- Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.
- Bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat.
- Bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian.
- Bermakna etika dan moral, yang terwujud dalam upacara Ngaben dan penyucian roh leluhur.
- Bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan kekuasaan patron client.
Beberapa contoh kearifan lokal misalnya :
- Te aro neweak ako (Papua)
Te aro neweak ako berarti alam adalah aku. Gunung Estberg dan Grasberg dipercaya sebagai kepala mama, tanah dianggap sebagai bagian hidup manusia. Dengan demikian maka pemanfaatan sumber daya alam sebaiknya berhati-hati. - Selako Kumali (Serawai Bengkulu)
Selako kumali adalah bentuk kearifan lokal yang meyakini bahwa kelestarian alam terwujud dari kuatnya keyakinan ini, yaitu tata nilai tabu dalam berladang dan tradisi tanam tanjak.
- Hutan Larangan Adat ( Desa Rumbio Kec. Kampar Prov. Riau )
Kearifan Lokal ini dibuat dengan tujuan untuk agar masyarakat sekitar bersama-sama melestarikan hutan disana, dimana ada peraturan untuk tidak boleh menebang pohon dihutan tersebut dan akan dikenakan denda seperti beras 100 kg atau berupa uang sebesat Rp 6.000.000,- jika melanggar. - Tana’ulen (Dayak Kenyah, Kalimantan Timur)
Tradisi tana’ulen berpendapat bahwa tanah hutan dikuasai dan menjadi milik masyarakat adat. Pengelolaan tanah diatur dan dilindungi aturan adat. - Masyarakat Undau Mau, Kalimantan Barat.
Masyarakat ini mengembangkan kearifan lingkungan dalam pola penataan ruang permukimam dengan mengklasifikasi hutan dan memanfaatkannya. Perladangan dilakukan dengan rotasi dengan menetapkan masa bera dan menetapkan masa tabu sehingga penggunaan teknologi pada pertanian dapat dibatasi dan ramah lingungan. - Masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan, Kampung Dukuh, Jawa Barat.
Masyarakat ini mengenal upacara tradisional, mitos, dan tabu sehingga pemanfaatan hutan dilaksanakan secara hati-hati. Tidak diperbolehkan eksploitasi bahkan menebang pohon harus atas izin sesepuh adat. - Awig-awig (Bali dan Lombok)
Bali dan Lombok, masyarakatnya mempunyai aturan hukum tak tertulis berupa awig-awig, yaitu aturan adat yang menjadi pedoman untuk bertindak dan bersikap terutama dalam hal berinteraksi dan mengolah sumber daya alam dan lingkungan didaerah Lombok Barat dan Bali. Seiring dengan perkembangan zaman, Awig awig dibuat menjadi aturan dalam bentuk tertulis berdasarkan kesepakatan masyarakat. - Cingcowong ( Sunda / Jawa Barat )
Merupakan upacara untuk meminta hujan, tradisi Cingcowong ini dilakukan turun temurun oleh masyarakat Luragung guna untuk melestarikan budaya serta penunjukan bagaimana suatu permintaan kepada yang Maha Kuasa apabila tanpa adanya patuh terhadap perintahNya. - Bebie ( Muara Enim – Sumatera Selatan )
Merupakan tradisi menanam dan memanen padi secara bersama-sama dengan tujuan agar pemanenan padi cepat selesai, dan setelah panen selesai akan diadakan perayaan sebagai bentuk rasa syukur atas panen yang sukses
= – = – =
Terimakasih atas kunjungannya.
Mohon kritik dan sarannya
Selamat belajar. Semoga bermanfaat.