Konsep Keterkaitan Keruangan


Hubungan Antar Fenomena Geosfer Pembentuk Ruang

Oleh : Andi Hidayat

= – = – =

Suatu bentang lahan di permukaan bumi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang membentuknya, baik bentang lahan alamiah (natural landscape) maupun bentang lahan budaya (cultural landscape). Beberapa faktor yang mempengaruhi tersebut saling bersinergi satu sama lain hingga membentuk suatu fenomena geosfer.

Bentuk lahan (landform) sebagai bagian dari bentang lahanpun juga terbentuk oleh beberapa proses-proses alam yang saling mendukung. Dengan mendasarkan pada prinsip interelasi (hubungan sebab akibat) suatu fenomena geosfer terjadi karena ada fenomena geosfer lain yang mempengaaruhinya. Misalnya adanya mata air panas, geyser dan fumarol karena dipengaruhi oleh beberapa proses alam yang terjadi misalnya gejala pasca vulkanik dan jarak air tanah yang dekat dengan dapur magma. Hubungan antar fenomena geosfer yang membentuk suatu fenomena geosfer ini dalam konsep ilmu geografi termasuk dalam konsep Keterkaitan Keruangan atau disebut juga Asosiasi.

Keterkaitan keruangan adalah konsep essensial geografi yang membahas keterkaitan hubungan antara unsur-unsur pembentuk suatu wilayah. Konsep keterkaitan keruangan mengkaji bahwa fenomena geosfer yang terjadi di suatu suatu wilayah memiliki hubungan dengan fenomena lain di tempat tersebut atau dibentuk oleh fenomena-fenomena lain yang telah terjadi sebelumnya.

Baca juga : Konsep-konsep Essensial GeografiKonsep LokasiKonsep JarakKonsep KeterjangkauanKonsep MorfologiKonsep PolaKonsep AglomerasiKonsep Nilai GunaKonsep Diferensiasi AreaKonsep Keterkaitan Keruangan (Asosiasi) dan Konsep Interaksi Interdependensi.

Konsep keterkaitan keruangan (asosiasi) memiliki kesamaan dengan unsur interpretasi citra penginderaan jauh yaitu unsur asosiasi, misalnya suatu obyek di foto udara disimpulkan suatu pelabuhan jika ada dermaga, perahu-perahu, pemecah gelombang dan menara mercusuar. Begitu pula suatu obyek di simpulkan merupakan bangunan terminal jika ada tempat parkir pengunjung, tempat parkir bus, bus yang sedang parkir dan jalur masuk keluar bus.

Beberapa contoh fenomena geosfer yang berhubungan atau dibentuk oleh fenomena geosfer lainnya misalnya :

1. Danau dan Sungai bawah tanah di kawasan karst

Kawasan karst seperti Gunungsewu di daerah Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan kawasan yang sering mengalami kekeringan pada musim kemarau karena tipisnya lapisan tanah dan sedikitnya air tanah di permukaan. Namun siapa sangka wilayah ini sebenarnya memiliki sumber air yang melimpah, hanya saja karena tempatnya jauh di bawah permukaan bumi maka menjadi masalah tersendiri untuk mengangkatnya ke permukaan.
Sumber air yang melimpah ini terletak dalam rongga batuan kapur yang membentuk danau-danau bawah tanah dan aliran-aliran bawah tanah yang membentuk sungai bawah tanah.

Danau dan sungai bawah tanah ini terbentuk oleh beberapa proses alam lain, di antaranya :

    • Air hujan yang terjadi selama musim penghujan
    • Pelarutan batuan kapur oleh air hujan
    • Retakan-retakan batuan sebagai akibat pelarutan

Air hujan merupakan faktor utama yang melakukan pelarutan batuan kapur di kawasan karst. Hujan yang jatuh di kawasan karst akan mengalir menuju cekungan-cekungan karst atau di daerah yang lebih rendah dan menggenangi tempat-tempat tersebut. Genangan-genangan itu tidak bertahan lama karena air yang ada akan meresap ke dalam lapisan batuan di bawahnya. Karena sifat batuan kapur yang mudah larut maka air hujan dengan mudah meresap dan secara kimiawi melapukkan batuan kapur tersebut. Hasil pelapukan menghasilkan rekahan-rekahan batuan dalam jumlah banyak sehingga menjadi jalur yang mempermudah proses peresapan air hujan semakin dalam menuju ke bawah permukaan. Retakan-retakan yang terbentuk akan semakin lebar manakala air hujan semakin banyak meresap dan melarutkan batuan kapur.
Pada retakan vertikal akan menghasilkan lubang-lubang resapan dalam ukuran besar yang sering disebut dengan ponor atau oleh masyarakat sekitar kawasan karst Gunungsewu disebut luweng. Sedangkan pada retakan horisontal saat terbentuk di satu tempat akan membentuk rongga-rongga besar dan luas yang mampu menyimpan air dalam jumlah banyak. Rongga-rongga ini disebut dengan danau bawah tanah. Jika rongga-rongga ini saling berhubungan satu sama lain akhirnya membentuk aliran sungai bawah tanah yang akan mengalirkan air hujan yang larut menuju tempat lain, misalnya muara sungai Bribin di pantai Baron Gunungkidul DIY.

2. Tanah longsor di kawasan pegunungan

Pada musim penghujan kita sering melihat berita tentang bencana tanah longsor terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Salah satu wilayah yang sering mengalami bencana tanah longsor ini adalah wilayah di kawasan perbukitan Menoreh kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta. Menoreh merupakan kawasan perbukitan yang mengalami peristiwa denudasional yang cukup parah, terutama di bagian utara. Hampir setiap tahun selalu terjadi peristiwa tanah longsor pada musim penghujan, sehingga oleh ahli geologi wilayah ini sering disebut wilayah dengan bentuk lahan denudasional.

Peristiwa longsor jarang terjadi oleh satu sebab saja, ada beberapa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tanah longsor antara lain :

    • Curah hujan yang tinggi
    • Kemiringan lereng besar
    • Erodibilitas tanah rendah
    • Sifat batuan di bawah permukaan tanah
    • Keadaan vegetasi
    • Aktivitas manusia dalam penggunaan lahan

Faktor-faktor penyebab longsor di atas saling bersinergi satu sama lain sehingga peristiwa tanah longsor bisa terjadi. Longsor sering terjadi pada musim penghujan yang berarti air hujan adalah penyebab utama terjadinya longsor, namun faktor lain dapat semakin mempercepat, menghambat bahkan meniadakan peristiwa tersebut.
Sitanala Arsyad (2010:55) menjelaskan bahwa longsor akan terjadi jika ada tiga keadaan yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu :

    • Longsor akan mudah terjadi di daerah dengan kemiringan lereng yang besar sehingga massa tanah dapat bergerak atau meluncur dengan cepat.
    • Batuan di bawah permukaan tanah memiliki sifat kedap air dan lunak sehingga menjadi bidang luncur yang mempercepat gerakan tanah.
    • Adanya kecukupan kandungan air dalam tanah sehingga lapisan tanah di atas batuan kedap air menjadi jenuh air. Pada kondisi ini erodibilitas tanah (kemampuan tanah dalam menahan erosi) menjadi lemah dan mudah bergerak ke bawah karena gaya gravitasinya sendiri.

Selain ketiga hal di atas, keadaan vegetasi dan bentuk penggunaan lahan oleh manusia di lereng tersebut juga menjadi faktor yang menyebabkan longsor semakin mudah terjadi. Misalnya di lereng tersebut hanya ada sedikit vegetasi besar yang mampu menyerap dan menyimpan air. Faktor di atas jika ditambah dengan faktor penggunaan lahan di lereng tersebut diubah dari peruntukannya oleh manusia, misalnya kawasan lindung menjadi lahan pertanian tanpa mekanika terasering yang bagus maka tingkat kerawanan longsor menjadi semakin tinggi.

3. Lahan tembakau berkualitas di lereng gunung

Lereng gunung api merupakan daerah yang sangat subur untuk berbagai kegiatan pertanian dan perkebunan karena material muntahan gunung api tersebut pada masa lampau berubah menjadi tanah andosol yang sangat cocok untuk kegiatan budidaya tersebut.
Dari begitu banyaknya kegiatan pertanian dan perkebunan yang bisa dibudidayakan, ada beberapa tempat yang menggunakan untuk untuk budidaya tanaman tembakau contohnya perkebunan tembakau lereng gunung Sindoro di kecamatan Bansari Kabupaten Temanggung Provinsi Jawa Tengah.

Tembakau di kecamatan Bansari kabupaten Temanggung merupakan tembakau dengan kualitas yang bagus untuk bahan rokok. Perkebunan tembakau di wilayah ini cukup luas dan dapat menghasilkan tembakau dalam jumlah banyak untuk dijadikan sebagai tembakau lauk. Tembakau dwilayah kecamatan di lereng Sindoro disebut dengan tembakau lauk tidak dapat dijadikan bahan rokok sepenuhnya karena kandungan nikotin yang tinggi, tetapi layaknya makanan tembakau ini merupakan penyedap yang dicampurkan pada tembakau dari daerah lain yang berfungsi sebagai tembakau nasi.
Beberapa faktor yang menyebabkan kualitas tembakau di wilayah lereng gunung Sindoro ini begitu tinggi adalah :

    • kemiringan lereng menghadap arah matahari pagi yang sangat bagus untuk pertumbuhan tanaman, setelah melewati siang hari tanaman akan tertutup oleh bayangan gunung sehingga sinar matahari yang terik tidak lagi menyinari kawasan perkebunan dan tanaman tembakau tetap lembab.
    • lahan perkebunan berada pada ketinggian tempat rata-rata 800 meter di atas permukaan air laut. Berdasarkan pembagian iklim menurut Junghun wilayah dengan ketinggian antara 600 – 1.500 meter merupakan wilayah yang cocok untuk budidaya tembakau.
    • dengan ketinggian tersebut maka suhu udara di wilayah tersebut rata-rata berada pada kisaran 210 celcius menjadikan wilayah tesebut cenderung sejuk

.

Tiga fenomena geosfer di atas merupakan contoh dari konsep keterkaitan keruangan atau asosiasi, dimana suatu fenomena geosfer terjadi karena ada fenomena atau faktor-faktor lain yang menyebabkannya.

= – = – =

Untuk memahami artikel di atas dalam bentuk presentasi video dapat anda klik icon menuju link Youtube berikut ini.

Sumber Tulisan

  1. Daldjoeni, N. 1982. Pengantar Geografi. Bandung : Alumni
  2. Hermawan, Iwan. 2009. Geografi Sebuah Pengantar. Bandung : Private Publishing
  3. Sumaatmadja, Nursid. 1988. Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan. Bandung : Alumni
  4. Sya, Ahman. 2011. Pengantar Geografi. Bandung : LPPM Bina Sarana Informatika
  5. Suharyono dan Moch. Amien. 2013. Pengantar Filsafat Geografi : Yogyakarta : Ombak
  6. Yunus, H.S. 2008. Konsep Dan Pendekatan Geografi : Memaknai Hakekat Keilmuannya. Disampaikan dalam sarasehan Forum Pimpinan Pendidikan Tinggi Geografi Indonesia. Yogyakarta : Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada

= – = – =

Terimakasih atas kunjungannya.

Mohon kritik dan sarannya

Selamat belajar. Semoga bermanfaat.