Analisis Pendekatan Keruangan


Tema-tema Analisis Keruangan Dalam Mengkaji Fenomena Geosfer Menggunakan Pendekatan Keruangan

oleh : Andi Hidayat

= – = – =

Pendekatan keruangan atau spatial approach merupakan pendekatan khas ilmu Geografi dalam mengkaji fenomena geosfer di permukaan bumi. Pendekatan ini digunakan untuk mengetahui persebaran dalam penggunaan ruang yang telah ada dan bagaimana penyediaan ruang akan dirancang.
Suatu fenomena geosfer yang terjadi di permukaan bumi pada saat dikaji menggunakan pendekatan keruangan maka dapat menggunakan sembilan matra atau tema analisis keruangan yang meliputi pola, struktur, proses, interaksi, keterkaitan, organisasi, trend, perbandingan dan sinergisme keruangan.

Pendekatan keruangan menurut profesor Hadi Sabari Yunus (2008) merupakan pendekatan yang menekankan analisisnya pada eksistensi ruang (space) sebagai wadah untuk mengakomodasi kegiatan manusia dalam menjelaskan fenomena geosfer.

Baca juga : Pendekatan Geografi, Pendekatan Keruangan – Topik, Pendekatan Keruangan – Aktivitas Manusia, Pendekatan Keruangan – Regional, Pendekatan Ekologi, Pendekatan Kompleks Wilayah.

Pada saat mengkaji suatu fenomena geosfer tidak semua tema analisis keruangan tersebut dapat kita gunakan bersama. Keterbatasan waktu, biaya, tenaga, tujuan pengkajian permasalahan dan kemampuan analisis menjadi faktor yang mempengaruhi penggunaan tema analisis keruangan tersebut.

Berikut ini beberapa contoh penerapan tema-tema analisis keruangan pada berbagai fenomena geosfer yang berbeda-beda :

1. Analisis Pola Keruangan (Spatial Pattern Analysis)

Analisis pola keruangan menekankan pada sebaran atau distribusi elemen-elemen pembentuk ruang. Analisis pola keruangan berpedoman pada prinsip persebaran bahwa fenomena geosfer yang terjadi di suatu wilayah tersebar secara tidak merata. Tidak meratanya persebaran itu disebabkan oleh elemen-elemen pembentuk ruang yang juga tersebar tidak merata.

Sebagai contoh persebaran genangan banjir di Jakarta akan dipengaruhi oleh faktor fisik (alam) maupun nonfisik/sosial (manusia) yang tersebar tidak merata. Kondisi geologi, elevasi (ketinggian) permukaan jakarta dari air laut, aliran sungai hingga penggunaan lahan oleh manusia yang tersebar tidak merata menyebabkan genangan banjir tidak terjadi di seluruh wilayah Jakarta. Genangan banjir hanya di wilayah-wilayah tertentu yang merupakan dataran aluvium, elevasi rendah bahkan lebih rendah dari permukaan laut, banyaknya aliran sungai yang melewati dan penggunaan lahan yang menutup daerah-daerah yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan.
Dengan memperhatikan persebaran kondisi fisik dan nonfisik maka dapat dijadikan sebagai analisis persebaran fenomena geosfer yang secara keruangan akan tersebar tidak merata.

2. Analisis Struktur Keruangan (Spatial Structure Analysis)

Analisis struktur keruangan menekankan pada susunan elemen-elemen pembentuk ruang. Elemen pembentuk ruang dapat berupa fenomena fisik (alam) maupun fenomena non fisik (manusia). Analisis suatu wilayah dengan memperhatik susunan keruangan ini misalnya adalah kajian tentang keruangan desa.

Berbeda dengan keruangan kota yang bersifat kompleks, suatu wilayah desa secara umum dibentuk oleh fenomena alam dalam bentuk area hutan dan area budidaya seperti pertanian dan perkebunan. Sedangkan fenomena manusia yang membentuk keruangan desa misalnya adalah permukiman penduduknya yang dapat berbentuk memusat, menyebar atau memanjang.
Dari analisis struktur keruangan desa ini dapat dikaji lebih mendalam tentang berbagai aktivitas di desa misalnya kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat desa.

3. Analisis Proses Keruangan (Spatial Process Analysis)

Analisis proses keruangan menekankan pada perubahan-perubahan elemen pembentuk ruang. Penekanan analisis pada perubahan elemen ini berarti pada kajiannya menggunakan konsep waktu. Perubahan akan diamati dari waktu ke waktu berdasarkan data pendukung yang tersedia. Contoh analisis proses keruangan ini cukup banyak, salah satunya adalah perubahan penggunaan lahan di suatu wilayah yang akan mengalami perubahan dari tahun ke tahun.

Analisis proses keruangan dapat juga digunakan untuk mengkaji perubahan tutupan hutan alam di pulau Kalimantan akibat deforestasi dari tahun 1990 – 2006. Tutupan hutan alam yang semakin berkurang ini kemudian dapat digunakan sebagai kajian untuk mencari penyebab-penyebab terjadinya deforestasi, misalnya dari aktifitas ekonomi penduduk, kebijakan pemerintahan, penyalahgunaan HPH dan lain-lain.

4. Analisis Interaksi Keruangan (Spatial Interaction Analysis)

Analisis interaksi keruangan menekankan pada interaksi yang terjadi dalam ruang. Bentuk interaksi secara keruangan misalnya adalah interaksi antara desa dengan kota yang menimbulkan saling ketergantungan. Ketergantungan antara kedua wilayah tersebut dapat diamati dari kondisi regional complementery atau wilayah saling melengkapi kebutuhan.

Bagaimana interaksi desa dengan kota dapat terjadi dapat diamati dari adanya arus transportasi manusia dan barang dari kedua wilayah. Analisis interaksi keruangan mempelajari hubungan timbal balik yang terjadi antara satu ruang dengan ruang lain yang memiliki variasi yang lebih banyak. Desa memiliki variasi aktivitas manusia yang sedikit berinteraksi dengan kota yang memiliki variasi aktivitas manusia yang lebih kompleks.

5. Analisis Keterkaitan Keruangan (Spatial Association Analysis)

Analisis keterkaitan keruangan menekankan pada hubungan suatu fenomena geosfer satu dengan lainnya dalam ruang. Misalnya bagaimana hubungan antara tingkat kepadatan atau jumlah penduduk yang tinggi di suatu kota dengan tingginya kriminalitas yang terjadi di kota tersebut.

Sebagai contoh berdasarkan peta tingkat kriminalitas di kota Manado pada tahun 2015 wilayah tingkat kejadian kriminal sangat tinggi terdapat di kecamatan Malalayang. Menurut Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Manado tahun 2018 jumlah penduduk kecamatan Malayang merupakan yang tertinggi di bandingkan wilayah kecamatan yang lain yaitu sebesar 75.092 jiwa.
Dengan memperhatikan data peta dan jumlah penduduk dapat ditemukan terdapat hubungan antara besarnya jumlah penduduk dengan tingkat kriminalitas yang terjadi. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk kajian lebih lanjut misalnya untuk mengetahui latar belakang ekonomi penduduk, budaya dan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap tingginya angka kriminalitas di wilayah tersebut.

6. Analisis Organisasi Keruangan (Spatial Organisation Analysis)

Analisis organisasi keruangan menekankan pada tatanan yang terjadi dalam suatu ruang. Tata ruang di suatu wilayah dilakukan oleh pemerintah setempat dengan tujuan-tujuan tertentu dan menyesuaikan dengan kondisi alam dan kebutuhan penduduk.


Pengembangan kegiatan pembangunan akan mendasarkan pada pengorganisasian tata ruang dan hirarki wilayah. Wilayah dengan hirarki tertinggi biasanya wilayah yang berdekatan dengan pusat pemerintahan, sedangkan semakin jauh dari pusat pemerintahan akan memiliki hirarki terendah

7. Analisis Trend Keruangan (Spatial Trends/Tendency Analysis)

Analisis trend keruangan menekankan pada kecenderungan terjadinya perubahan suatu fenomena geosfer dalam ruang. Bedasarkan hasil analisis pola keruangan, analisis struktur keruangan, analisis proses keruangan dan analisis keterkaitan keruangan maka suatu wilayah dapat dikembangkan sesuai ke arah yang sesuai dengan trend atau kecenderungan fenomena alam atau sosial yang sering terjadi di wilayah tersebut.

Sebagai contoh, lokasi prioritas pengembangan wilayah perkotaan dan pedesaan di pulau Sumatra di atas mendasarkan pada kecenderungan atau trend ke arah mana wilayah tersebut akan berkembang.

8. Analisis Perbandingan Keruangan (Spatial Comparison Analysis)

Analisis perbandingan keruangan menekankan pada perbandingan fenomena geosfer di suatu ruang dengan ruang yang lain. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kelemahan dan keunggulan suatu wilayah dibandingkan wilayah lainnya.

Pemilihan lokasi ibu kota baru untuk negara Indonesia beberapa waktu lalu memiliki tiga kandidat wilayah yaitu Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Pemilihan Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara sebagai kawasan baru untuk ibukota tentu mendasarkan pada hasil perbandingan keunggulan dan kelemahan wilayah dari tiga propinsi di atas. Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan antara lain faktor lokasi, morfologi, elevasi, kemungkinan terdampak bencana, ketersediaan sumber daya, aksesibilitas dengan wilayah lain yang telah berkembang, daya dukung sosial serta pertimbangan pertahanan dan keamaan negara.

9. Analisis Sinergisme Keruangan (Spatial Synergism Analysis)

Analisis sinergisme keruangan merupakan analisis keruangan yang berkaitan dengan perkembangan antara ruang satu dengan ruang yang lain yang memungkinkan terjadinya sinergi antar ruang untuk berkembang dan bekerjasama. Analisis sinergisme terkait dengan globalisasi yang berpengaruh pada semakin kaburnya batas-batas wilayah karena perkembangan teknologi transportasi dan komunikasi. Batas wilayah antara Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi semakin tidak jelas karena perkembangan wilayah, pesatnya teknologi transportasi dan komunikasi. Kegiatan transportasi, ekonomi dan industri yang terjadi antara kota-kota di atas menyebabkan seolah-olah kelima kota tersebut merupakan satu wilayah yang sama dari segi administratif, padahal tidak demikian.

Analisis sinergisme ini sangat berguna untuk merencanakan, mengevaluasi dan mengaplikasi konsep pembangunan kerjasama antar wilayah seperti kerjasama antara kota Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi yang disingkat dengan Jabodetabek. Begitu pula dengan konsep kerjasama Gerbang Kertasusila (Gresik Bangkalan Mojokerto Surabaya Sidoarjo dan Lamongan), Joglosemar (Jogja Solo Semarang), Kartamantul (Yogyakarta Sleman Bantul) dan Banjarbakula (Banjarmasin Banjarbaru Baritokuala Tanah Laut). Selama ini kerja sama antar wilayah masih sekedar penamaan, belum mengintegrasikan visi antar wilayah, sehingga terkesan masing-masing wilayah berjalan sendiri-sendiri.

= – = – =

Untuk memahami artikel di atas dalam bentuk presentasi video dapat anda klik icon menuju link Youtube berikut ini.

Sumber Tulisan

  1. Daldjoeni, N. 1982. Pengantar Geografi. Bandung : Alumni
  2. Hermawan, Iwan. 2009. Geografi Sebuah Pengantar. Bandung : Private Publishing
  3. Sumaatmadja, Nursid. 1988. Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan. Bandung : Alumni
  4. Sya, Ahman. 2011. Pengantar Geografi. Bandung : LPPM Bina Sarana Informatika
  5. Suharyono dan Moch. Amien. 2013. Pengantar Filsafat Geografi : Yogyakarta : Ombak
  6. Yunus, H.S. 2008. Konsep Dan Pendekatan Geografi : Memaknai Hakekat Keilmuannya. Disampaikan dalam sarasehan Forum Pimpinan Pendidikan Tinggi Geografi Indonesia. Yogyakarta : Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada

= – = – =

Terimakasih atas kunjungannya.

Mohon kritik dan sarannya

Selamat belajar. Semoga bermanfaat.