Upaya Penanggulangan Bencana Sosial – Korupsi
Mitigasi Bencana
= – = – =
Dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menjelaskan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Berdasarkan undang-undang di atas dapat diketahui ada salah satu bentuk bencana selain alam atau non alam, ada juga jenis bencana yang lain yaitu bencana sosial. Bentuk-bentuk bencana sosial ini misalnya konflik sosial, terorisme, korupsi dan kemacetan transportasi. Pada postingan ini membahas mengenai bencana sosial yang diakibatkan oleh tindakan korupsi.
Korupsi berasal dari bahasa Latin yaitu Corruptio-Corrumpere yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalikkan fakta atau menyogok. Korupsi adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak
Berdasarkan sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur antara lain tindakan/perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan/kesempatan/sarana, memperkaya diri sendiri/orang lain/korporasi, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan korupsi. Secara teoritis, faktor-faktor yang menyebabkan tindakan korupsi antara lain sebagai berikut :
- Keserakahan, berkaitan dengan adanya perilaku negatif yang secara potensial ada dalam diri setiap orang.
- Kesempatan, berkaitan dengan suatu kondisi pengawasan pada suatu organisasi, instansi atau masyarakat yang kurang sehingga membuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
- Kebutuhan, berkaitan dengan faktor-faktor yang dibutuhkan oleh seseorang untuk menunjang kehidupan yang wajar.
- Pengungkapan, berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.
Berdasarkan pasal-pasal yang terdapat pada UU Nomor 31 Tahun 1999 dan UU Nomor 20 Tahun 2001, tindakan korupsi diklasifikasikan dalam 7 kelompok besar yaitu :
- Korupsi yang terkait dengan tindakan merugikan keuangan negara
- Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
- Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
- Korupsi yang terkait dengan pemerasan
- Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang
- Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
- Korupsi yang terkait dengan gratifikasi
Tindakan korupsi merupakan fenomena sosial yang hingga saat ini belum dapat diberantas secara maksimal oleh pemerintah. Indonesia termasuk negara dengan tingkat kasus korupsi yang cukup tinggi. Selain bersifat sistemik, korupsi di Indonesia juga cenderung bersifat struktural yang terjadi akibat sistem yang berlaku mendorong individu untuk melakukan korupsi.
Kerentanan tindakan korupsi secara umum terindikasi dalam 3 kelompok yaitu :
- Kelompok orang yang berpendidikan tinggi dan memiliki jabatan
- Kelompok orang yang berpendapatan rendah atau tidak mencukupi
- Kelompok orang yang melakukan penyalahgunaan kesempatan dan kekuasaan untuk memperkaya diri.
Tindakan korupsi menimbulkan dampak negatif berupa kerugian bagi orang lain, instansi, korporasi hingga negara. Potensi kerugian yang terjadi juga besar. Untuk meminimalisir dampak merugikan yang ditimbulkan oleh tindakan korupsi maka diperlukan manajemen penanggulangan yang meliputi tindakan pra bencana, tindakan saat terjadi bencana dan tindakan pasca bencana. Beberapa contoh bentuk tindakan penanggulangannya adalah sebagai berikut :
1. Tindakan Pra Bencana
-
- Hindari membuat aturan dasar tanpa teori dan tanpa sanksi yang kredibel
- Melakukan upaya preventif dari indikasi tindakan korupsi untuk meminimalkan bahaya korupsi
- Keterbukaan dan komunikasi sebagai upaya preventif untuk meminimalisir peluang melakukan tindakan korupsi.
2. Tindakan Pada Saat Terjadi Bencana
-
- Menegakkan dan menjalankan peraturan dan sanksi secara tegas
- Penanganan tindak pidana korupsi harus dapat diketahui dengan cepat dan dalam waktu singkat agar dapat ditindaklajuti secara cepat pula
- Pembenahan pada sistem-sistem yang menyebabkan terjadinya korupsi
3. Tindakan Pasca Bencana
-
- Memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pelaku tindak korupsi
- Melakukan penataan manajemen penanganan korupsi secara lebih akurat agar penanganan korupsi pada masa mendatang menjadi lebih kuat dan cepat
.
Sumber Tulisan :
- Notowijoyo, Sukamto Ilham Triono. 2015. Manajemen Antisipasi Bencana. Yogyakarta : Graha Ilmu.
- Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 16 Agustus 1999. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140. Jakarta.
- Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. 30 September 1999. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167. Jakarta.
- Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 21 Nopember 2001. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 4150. Jakarta.
- Wesnawa, I Geda Astra dan Christiawan, Putu Candra. 2014. Geografi Bencana. Yogyakarta : Graha Ilmu
= – = – =
Terimakasih atas kunjungannya.
Mohon kritik dan sarannya
Selamat belajar. Semoga bermanfaat.